Expecting Child Journey : Pemeriksaan Kehamilan Pertama, Puskesmas
4 Oktober 2013
Hasil tespek yang saya lakukan menunjukkan hasil positif, dan tanda tanda kehamilan seperti sering lapar, enek, perut kembung, sesekali lemes dan pusing sudah berkali-kali saya rasakan.
Tapi kalau belum dicek oleh ahlinya, tentunya belum yakin dong. Tadinya saya mau cari bidan atau dokter untuk sekalian USG. Tapi karena kita masih orang baru disini, jadi info yang kita dapat untuk cek kehamilan adalah di Puskesmas. Karena katanya Puskesmas disini katanya besar dan cukup lengkap akhirnya saya mantap deh untuk kesana.
Apalagi 2 hari kemarin, saat sedang masak di dapur saya merasa badan saya tiba-tiba lemes banget. Lidah terasa pahit dan keluar keringat dingin. Meski sudah sempat ngemil biskuit sebelum pergi masak, tapi sepertinya hal itu sama sekali ga membantu. Saya ketakutan karena saat itu tidak ada orang di kost-an. Untunglah saya sudah selesai memasak bubur kacang hijau. Sambil megatur nafas dan berdoa, saya segera mengisi perut, dan keringat semakin banyak keluar dari tubuh saya. Sekitar 20-30menit saya merasakan lemas tersebut. Mungkin karena terlalu lama berdiri, kepanasan, dehidrasi, atau gula darah turun. Suami yang saya kabari mengenai kondisi tersebut segera mengajak saya cek kandungan.
So,karena memang sudah waktunya untuk periksa, akhirnya sesuai dengan rencana beberapa hari lalu, hari ini jam 7.30 saya dengan diantar suami pergi ke Puskesmas terdekat pakai becak. Sengaja kita pilih pagi-pagi karena ngga mau terlalu lama ngantri, lagipula suami udah bela-belain izin dari kantor buat nganter. Meluncurlah kami ke Puskesmas Duta Mas, Grogol Petamburan Jakarta Barat).
Begitu sampai, wow bangunan puskesmas nya ternyata memang besar, malah lebih menyerupai rumah sakit! Bangunan berlantai tiga dan kebersihan halamannya saya nilai cukup. Memang benar-benar Jakarta ya, beda banget sama Puskesmas di kampung halamanku yang besarnya sebesar apotek doang. Dan poin plusnya lagi, letaknya berdampingan banget dengan komplek perumahan. Asik banget kan kalo punya rumah disitu, deket dengan fasilitas kesehatan. ( Ya kalau sekedar sakit diare, flu, eksim, kayaknya bisa lah ya berobat kesini). Tapi setau saya disini cukup lengkap kok fasilitasnya, ayo kita cek.
Tapi sebelum itu, karena ini pertama kalinya saya dateng ke puskesmas sebesar ini, saya agak bingung sistemnya seperti apa dan harus melakukan apa dulu? Oke, saya share aja ya:
pertama-tama saya dateng ke resepsionis untuk daftar. Petugas menanyakan maksud kedatangan saya, meminta saya menunjukkan KTP, dan mencatat data diri dan alamat tempat tinggal saya di Jakarta. Lalu saya diarahkan menuju loket untuk membayar Rp 1,000 untuk sumbangan PMI. Setelah itu kami disuruh menunggu dilantai dua (kearah kanan), tepatnya dibagian pemeriksaan kehamilan. Dan ga diminta biaya apa-apa lagi. (Seingat saya, Puskesmas di kampung halaman saya juga cuma minta Rp 500 saat kita datang, mungkin untuk administrasi).
Sesuai arahan, kami naik ke lantai 2, tapi karena dibawah tidak diberi nomor antrian, kami masih bingung dengan sistem panggil pasiennya. Kebetulan ada mbak perawat yang lewat, dan perawatnya memberi informasi kalau kami hanya tinggal duduk dan menunggu saja sampai nama kami dipanggil. Kamipun duduk, dan sepertinya suami saya masih penasaran kenapa saya tidak diberi semacam kartu berobat. Saya pikir kartu akan didapat setelah saya diperiksa bidan/ dokter dan dicatat riwayat kesehatannya. Tapi suami saya masih penasaran dan kembali turun ke resepsionis untuk menanyakn kartu. Tak berapa lama, ia kembali lagi dan berkata kalau kartunya menyusul setelah diperiksa, dan nanti nomor antriannya diberikan langsung ke petugas, jadi kita hanya menunggu dipanggil saja.
Cukup lama juga sih nunggunya, kami duduk dideretan bangku tunggu pasien, tepat didepan pintu ruang periksa. Kami lihat ada beberapa orang yang juga sedang menunggu. Ruang periksa kehamilan letaknya ditengah, diujung nya ada 2 ruang periksa lagi, yang satu untuk pemeriksaan kanker, dan satunya lagi saya kurang tau. Karena tau akan lama menunggu, kami menghabiskan waktu dengan sarapan roti.
Mungkin setelah menunggu sekitar 1jam barulah pintu didepan kami terbuka. Ternyata mbak perawat yang tadi saya tegur untuk bertanya. Ia memanggil nama saya dan mengajak saya masuk.
Nah, saya langsung disuruh naik ke atas timbangan dan tidak lupa mengukur tinggi badan. Saya perhatikan ada sekitar 5 orang perawat muda berseragam putih-putih dan berkerudung, yang semuanya saya nilai ramah, cekatan, sigap, dan cukup profesional. Setelah selesai menimbang, saya dipersilakan duduk, berhadapan deongan seorang wanita yang usianya mungkin agak lebih muda atau sama dengan mama saya, karena seragamnya berbeda saya menyimpulkan dia adalah dokter/ bidan.
Beliau mulai mengeluarkan buku, dan mulai menanyakan sambil mencatat data diri saya, riwayat kesehatan, tanggal terakhir haid, rencana melahirkan, riwayat imunisasi,dan keluhan-keluhan yang saya rasakan. Saya juga ditanya sudah melakukan vaksinasi tetanus toksoid atau belum sebelum menikah, yang ini saya bohong berkata sudah :p.. Sambil menjawab pertanyaan itu, perawat-perawat mengukur tensi darah dan lingkar lengan saya. Kemudian saya dipersilakan naik ke meja periksa. Ada 2 meja periksa disana, yang dikanan dan kiri, saya memilih salah satunya. Mata saya sempat melihat ada sebuah komputer diatas meja diujung ranjang yang saya tiduri. Tapi tidak ada USG, dan setelah perut saya diraba oleh perawat sambil diawasi beliau, saya menyimpulkan bahwa ibu ini seorang bidan. Sepertinya janin didalam perut saya belum bisa teraba karena usia kehamilan yang masih dini. Hanya saja mereka memastikannya melaui ciri-ciri badan saya, yaitu pu**ng buah dada yang membesar yang meyakinkan mereka.
Setelah turun dari meja periksa, saya dirujuk untuk ke laboratorium di arah yang berlawanan, masih di lantai yang sama dan juga mengkopi beberapa halaman dari buku Kesehatan Ibu dan Anak yang nantinya buku tersebut akan diberikan pada saya. Awalnya saya tidak menduga kalau harus ke lab, biasanya biaya cek di lab mahal, tapi berhubung ini Puskesmas, saya penasaran juga berapa biayanya.
Didepan lab, ada loket. Seorang wanita muda disana mengambil beberapa dokumen-dokumen yang saya berikan. Lalu saya kembali didata informasi tempat tinggal, jamkesmas, dll. Karena saya tergolong mampu, saya dikenai biaya. Ia menyerahkan struk yang harus saya bayar di kasir (dilantai satu), dan 1botol kosong untuk menamoung urin.
Untuk biaya lab seperti cek darah dan urine, saya dikenai biaya Rp 12,000 aja, murah kan. Mungkin bu bidan ingin memastikan kehamilan dengan ada tidaknya Hcg didarah saya. Jadi setelah bayar ke kasir, saya segera menampung urin, dan naik kembali ke lab.
Wanita yang bertugas di lab menyuruh saya masuk lewat pintu. Awalnya saya bingung, apa tidak perlu mengantri dan nyelonong masuk aja? Tapi akhirnya saya nyelonong aja masuk, menunggu dibelakang seorang bapak yang sedang berdiri menunggu istrinya. Setelah mereka keluar, saya duduk dan disuruh mengangkat lengan baju. Oh, saya tau ini aba-aba untuk melakukan suntikan, tadinya saya pikir akan diberi imunisasi/ vaksinasi tetabus toksoid lanjutan. Tapi saya ingat, saya datang ke lab karena disuruh periksa darah dan urin, setidaknya begitu yang tadi tertulis di struknya. Jadi, saya disuntik untuk diambil sampel darahnya bukan untuk disuntik vaksin.hehe. Meski tangan agak nyut-nyutan tapi tak apalah, saya disuruh kembali untuk ambil hasil Lab nya jam setengah 11, jadi ada waktu kira-kira 30 menit untuk sarapan dulu.
Saya perhatikan struk dari lab, ternyata ada opsi USG juga, jadi mungkin kalau mau cek USG harus di Lab itu. Lumayan lengkap juga nih.
Beres sarapan, tepat jam setengan 11 kami kembali ke lab, menunggu nama dipanggil. Tapi ternyata hasil lab saya sudah keluar dari tadi, jadi bisa langsung saya ambil sebelum menunggu nama dipanggil. Ga mau lama-lama lagi deh, lagipula sudah jam 11 dan suami keliatannya udah ingin pulang. Jadi kami cepat-cepat kembali ke ruang periksa kehamilan.
Hasil lab segera saya berikan ke perawat, saya pikir sudah selesai. Eh ternyata saya dipersilakan masuk lagi. Katanya Hemoglobin saya bagus. Mereka mencatat beberapa hasil Lab kedalam buku KIA, juga mencatat jadwal kunjungan berikutnya, juga memberi saya resep. Oh iya, resep, saya kembali penasaran berapa kira-kira harga vitamin yang diresepkan Puskesmas?Setelah resep saya terima, saya diperblehkan pamit.
Dibagian pengambilan obat, saya memberikan resep dan menunggu antrian pengambilan obat, lebih tepatnya vitamin sih. Saya sempat membaca resep dengan tulisan keriting itu ada tulisan vit.C nya.
Kira-kira saya menunggu 10 menit saja dan nomor antrian saya segera dipanggil. dan tadaaaa saya menerima obatnya. Tapi setelah petugas memberikan saya obat, saya diam-diam pura-pura mengecek obat sambil menunggu bon yang harus saya bayar. Tapi kok ga dikasih ya, jadi maksudnya ini vitamin gratis gitu? wew, seneng juga nih, tau aja kalo bulan ini gaji suami dipotong karena masuk kerja ditengah bulan.
Alhamdulillah, di Puskesmas cuma kena biaya Lab aja 12,000, dan sumbangan 1,000. Malah lebih gede biaya ongkos dan sarapan, hehe. Kalo cek di rumah sakit, pasti ga mungkin habis segitu. Penasaran, saya cek lagi obatnya. Oh, tepat didepan bungkus tablet penambah darah khusus ibu hamil tertera tulisan, TIDAK UNTUK DIJUAL.
Jadi obat/vitaminnya bener-bener free. Syukurlah pemerintah sekarang ga bohong ya, *peace*
Seneng banget pulang dari puskesmas, udah yakin hamil 9minggu, dan petugasnya saya nilai cukup cekatan dan ramah, tertib,,,Ngga ada yang saya lihat ngobrol-ngobrol ngga jelas